Minggu, 19 Mei 2013

Berbeda-beda tetapi tetap satu 

Seperti halnya semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Antara sang pemarah dan si positif dalam satu pembicaraan di satu bangsa.



Pria 1: Eh, Eta.. (terhenti sesaat) .. jam sabaraha?
            Hei, itu.. (terhenti sesaat) .. jam berapa?

Pria 2: Hiji
            Satu.

Pria 1: Nyaho aing ge eta jam hiji, bel! jadi sabaraha?
            Saya juga tahu itu jam satu! jadi berapa?


Pria 2: Ah, murah ieu mah, ngan tilu puluh lima rebu nang meuli di emperan
            Ah, murah ini mah, cuma tiga puluh lima ribu, dapat beli di emperan

Pria 1: Jadi maksud maneh aing teu mampu meuli di toko! paduli teuing eta emperan ato naon lah!
            Jadi maksud kamu, saya tidak mampu beli di toko! peduli amat itu emperan atau apa lah!
            jadi ayeuna jam sabaraha!!?
            jadi sekarang jam berapa!!?

Pria 2: HIJI!! AN****!!!
            SATU!! AN****!!!


Memang jam tangan yang digunakan hanya satu, dan ditanyakan tepat pada pukul satu siang.

Tetap satu.





Sabtu, 27 November 2010

Penjual adalah Raja?

Alkisah seorang pemuda perokok yang penghasilannya turun karena pindah kerja, berpikir untuk mengganti rokok karena penghasilannya, (seharusnya berhenti saja) maklum, perokok (banyak alasan). Ia pun akhirnya bertemu pada suatu saat di mana rokok nya habis, dan segera bergegas menuju supermarket terdekat yang bisa ia raih, dengan maksud sambil melihat-lihat harga yang cocok.

Dan akhirnya dia pun membeli satu sachet kopi kesukaannya (kenapa tidak ganti merk kopi saja, kalau begitu), dan sampailah dia pada meja kasir dimana disitu terdapat banyak merk rokok yang tersedia. dan si penjaga kasir pun menghitung-hitung total belanjaan si pemuda, setelah selesai, ia pun bertanya, "Apa lagi mas?". Si pemuda berpikir sambil melihat-lihat merk rokok yang ada, "Hmmm...kalo yang paling murah apa ya, mbak?". Si penjaga kasir pun menjawab sambil melihat-lihat, "Oh yang ini merk A**che" sambil menunjuk ke sebungkus rokok berwarna coklat dengan ikon pria indian.

Dari warna bungkusnya si pemuda berpikir itu bukan rokok tipe Light atau Mild yang ia cari. Sehingga ia pun menampik, "Ah, itu mah ga Mild yah?..yang Mild atau Light dong mbak..". Entah salah apa si pemuda itu, tiba-tiba salah satu teman penjual kasir (yang berprofesi sama tentunya) yang sedang membereskan barang-barang sambil jongkok bergumam dengan wajah judes, "TINGGAL TAMBAHAN WE A, DIBUNGKUSNA MAKE TULISAN MILD ATAWA LIGHT NGANGGO SPIDOL PERMANEN". "Akh.." si pemuda itu tersentak seperti tertusuk hatinya. "(Neng, belum sarapan ya? Sensi amat, kalau belum tuh kan ada piring kosong di rak belanjaan TULIS AJA NASI GORENG SPECIAL BIKIN KENYANG PAKE SPIDOL PERMANEN TERUS ENTE JILAT-JILAT SAMPAI KENYANG!)", ingin sekali si pemuda tersebut mengatakan itu, tapi..ya sudahlah, pikir pemuda itu. "Ya sudah mbak, yang itu saja."

Akhirnya si pemuda membeli rokok yang biasa ia gunakan, hingga saat ini, hingga saat tulisan ini ditulis dengan tidak menggunakan spidol permanen, namun memakai keyboard dengan cara diketik.

Dedicated to : Mbak-mbak sang penjaga kasir, "Semoga sukses selalu mbak." dan, "Hidup Spidol Permanen!"

Sabtu, 29 Mei 2010

Penjaga itu hilang, bedil angin terbilang

"Esa hilang, Dua terbilang"

Tulisan itu terpampang di depan megahnya Stadion Siliwangi, yang merupakan markas tim sepakbola kebanggaan kota Bandung, Persib "Maung" Bandung.

Warga Bandung tentunya tidak asing dengan stadion tersebut, tempat tim kesayangan mereka bertanding, termasuk ketiga bocah Sekolah Menegah Pertama ini, yang sedang memasuki masa pencarian jati diri.

Saat itu, mereka saling melakukan perjanjian untuk bolos sekolah di esok hari, namun mereka tidak punya ide mau kemana, karena uang yang terbatas.

Maka keesokan harinya mereka pun bertemu di suatu tempat yang dijanjikan.

Bocah 1: "Mau kemana kita nih, sampai sore nanti?"
Bocah 2: "Asal jangan diam di sekitar sini, terlalu dekat ke sekolah, bahaya nanti jika ada guru yang kebetulan melihat kita"
Bocah 3: "Ya jelas tidak disini dong, kawan. Kita kan lagi Mabal, rugi kalau kita tidak bergaul ke Kota, ayo kita menikmati kebebasan ini!"
Bocah 1 & 2: "Jadi ke mana? Duit aja kita pas-pasan"
Bocah 3: "Benar juga, ya sudah kita jalan saja dulu ke arah kota"

Dan akhirnya mereka pun berjalan, menuju arah keramaian kota. Tiba-tiba salah seorang bocah mempunyai ide untuk tujuan mereka.

Bocah 1: "Bagaimana jika kita ke stadion siliwangi? saya belum pernah ke sana" (Bocah ini berasal dari luar kota bandung, namun fans berat Persib)
Bocah 2: "Mau ngapain di sana?"
Bocah 1: "Melihat saja, daripada tujuan kita nggak jelas."
Bocah 3: "Boleh juga ke sana, di sekitar sana kan sepi. Kita bisa merokok." (Pada saat itu juga mereka mencari tempat untuk merokok yang sepi, karena malu dilihat orang)
Bocah 2: " Terserahlah"

Mereka pun menuju tujuan mereka dengan semangat karena akhirnya mereka punya tujuan hidup pada saat itu.

Dan sampailah mereka di depan megahnya stadion Siliwangi. Si bocah 1 terkagum-kagum dan wajahnya memancarkan kekaguman dan ia berjanji suatu saat ia akan datang ke stadion ini lagi untuk menonton langsung tim kesayangannya itu, "Nanti kalau Persib main, saya akan datang!"

Namun si bocah 3 hanya memikirkan di mana tempat paling aman untuk merokok,
"Hey, lihat! pintu stadion belakang terbuka! Kita masuk yuk!, sebelum nya kita beli rokok dulu"

Pada saat itu ada rokok merk keluaran baru dimana menggambarkan Abad baru pada saat itu,
salah satu merk rokok ternama, dengan embel-embel "Millenium" di belakangnya. Mereka pun tertarik untuk membeli rokok tersebut karena tampilannya yang berbeda, dengan filter berwarna perak, yang identik dengan Abad baru, Tahun Millenium.

Setelah membelinya di kios terdekat, mereka pun memasuki pintu belakang stadion, yang menuntun mereka ke tribun timur, tempat para bobotoh berteriak mendukung Tim kesayangan mereka.

Si Bocah 1, semakin terharu dan dia pun berlari di sekitaran tribun timur, sambil bernyanyi, salah satu Theme song untuk mendukung Persib, "Aku punya maung banduuung....Ku beri nama Persib..dst"

Si Bocah 2 & 3 hanya memandangi temannya yang gila berlari-lari, dan saling menggeleng-gelengkan kepala, dan akhirnya dengan sok dewasa si bocah 3 mengeluarkan sebungkus rokok "perak millenumnya", sambil berkata, "kita merokok dulu, kawan." dan ia pun mengeluarkan sebatang rokok dan memberikan satu batang lagi pada si bocah 2.

Dan si bocah 1 pun kembali dengan berlari dari arah lain sambil melanjutkan nyanyiannya dengan keras, dan berteriak pada kedua temannya, "PERSIB....Nu AINK!....MAUNG Nu AINK!...Persib Maung Banduuuuung!"

Bocah 3: "Berisik, nih rokok dulu!"

Dan akhirnya mereka pun duduk menghadap lapangan layaknya bobotoh yang sedang menonton, dan menikmati rokok mereka.

Kebetulan pada saat itu ada seorang Penjaga gagah sedang menyiram rumput lapangan hijau menggunakan selang, memunggungi tribun timur, (terlihat seperti sedang buang air kecil oleh ketiga bocah itu).

Dan si bocah 1 tiba-tiba berbicara keras, (entah kenapa dia harus berbicara keras, mungkin karena ia sangat bahagia akhirnya dia bisa masuk stadion tim kebanggannya).
"Woi! itu buang air kecil lama sekali, Kayaknya minum air sumur sekampung! Hahahahaha!"

Si Bocah 2 terkejut dan berkata, "Hey! sudah gila ya kamu, bagaimana jika terdengar! Kau bicara terlalu keras!"

Si Bocah 3 hanya memandangi rokok yang dibelinya dengan bangga, sambil mengangguk-nganggukan kepala (Memperhatikan kadar Tar dan Nikotin dengan wajah sok tahu)

Dan seketika tanpa sadar mereka tidak melihat sang penjaga itu di sekitar lapangan. Sang penjaga pun hilang dari pandangan.

Si Bocah 2 semakin sesumbar, "Tuh kan?, Dia takut dong sama saya! hahahaha!"

Tiba-tiba dari arah berlawanan tempat keluar tribun timur, sang penjaga itu pun keluar sambil menodongkan bedil angin, ke arah mereka dan menggertak, "WOY! Kalian bolos sekolah ya!!??"

Ketiga bocah itu pun terkejut dan mengigil ketakutan, dan melemparkan rokok mereka. dan si bocah 3 pun berusaha menyelamatkan diri, sambil angkat tangan dia berkata, "Sekolah siang, pak!"

Sang Penjaga: "Terus? Ngapain kalian di sini?!"
Bocah 1: "Kerja kelompok, pak!" (Sungguh sebuah statement yang sangat sudah keliahatan bohongnya)

Dan si bocah 2 & 3 pun berlari menyelamatkan diri ke arah pintu keluar, sambil berteriak, "Mana Aadaaaa!?" (Mana ada, kerja kelompok ke stadion!)

Si Bocah 1 pun mengikuti kedua temannya sambil berteriak, "Jangan tinggalin saya!"

Dan mereka pun berhasil keluar dan lolos dari sang penjaga itu. dan terus berlari menjauhi stadion, alih-alih sang penjaga mengejar mereka.

Ketika sudah jauh, sambil terengah-engah, si Bocah 2 berkata pada bocah 1,

Bocah 2:"Gara-gara kau berteriak tadi, jadi mungkin dia mendengar dan marah, sampai-sampai membawa bedil angin!"

Si Bocah 1 semakin gila saja dan berkata, "Fuih!, berdebar-debar deh rasanya, jadi fans sejati memang banyak tantangan! Hehehe!"

Bocah 2: "Tantangan gigi loe gendut!"

Si Bocah 3 tiba-tiba menepuk kedua temannya dengan wajah terkejut dan berkata, "Akh! Rokok Millenium ketinggalan!"

Bocah 2: "Itu nggak penting, goblok!"

Dan akhirnya mereka pun kembali ke kampung halamannya masing-masing dengan berjalan-jalan pelan sambil sore menunggu waktu pulang sekolah dengan kesimpulan pengalaman yang dibawa mereka masing-masing sampai di rumah.

Sejak kejadian itu, pada tahun yang sama mereka tidak pernah bolos sekolah bersama.

Dan sejak saat kejadian itu, si Bocah 1 masuk anggota Viking Persib Fans Club secara resmi, dan berlanggangan menonton langsung dengan tiket yang dibelinya secara resmi pula. Sedangkan si bocah 3 mengganti rokoknya menjadi rokok "Millenium" karena penuh memori yang sangat menantang, namun sekitar setahun kemudian ia kecewa berat, karena rokok bermerk tersebut hilang dari peredaran. Dan si Bocah 2 sejak kejadian itu, semasa SMP, jika ia bolos sekolah, ia memilih rental Playstation atau rumah teman yang kosong yang aman.

Sabtu, 08 Mei 2010

Tampan itu mutlak, jelek itu relatif

Suatu hari, di sebuah perusahaan.

Seorang mahasiswa magang yang merasa dirinya tidak jelek-jelek amat (bahkan cenderung merasa tampan, yang sebenarnya dia tidak tahu diri) , melakukan pekerjaan yang sangat berat sehari-harinya, yaitu memperbanyak kertas alias memfotokopi.

Tak hanya dari kampusnya, dari kampus lain pun ada yang melakukan praktek kerja lapangan, dan kebetulan pada saat itu ada mahasiswi yang magang di bagian yang berbeda.

Sang mahasiswa fotokopi tidak terlalu perduli dengan adanya mahasiswi magang tersebut, namun karena jarangnya wanita pada saat itu, jadi sering menjadi perhatian.

Sampai pada suatu hari,

Sang Mahasiswa fotokopi ketika itu sedang fokus melakukan pekerjaannya dengan kertas-kertas dan seperangkat mesin fotokopi canggih, dan ada seorang karyawan bijaksana yang mengantri untuk menggunakan mesin canggih tersebut.

Tiba-tiba dari arah pintu kantor, dengan suara pintu yang khas, "krieeeeek".
Muncullah sang mahasiswi magang, yang kebetulan ada keperluan untuk mengunjungi kantor bagian sang mahasiswa fotokopi. Dan sang mahasiswa fotokopi pun terus melihat mahasiswa tersebut sampai hilang di pandangan.

Secara normal, ketika ada orang datang tentu saja kita melihatnya, itulah yang ada di pikiran sang mahasiswa magang. Namun sang Karyawan bijaksana berpikir lain.

Dengan bijaksana dia berkata, "Terlalu jauh...terlalu jauh"

Sang mahasiswa fotokopi pun terkejut, "(Maksoed Loe?!)"

Lalu dengan bijak ia pun menepuk-nepuk punggung sang mahasiswa seraya mengisyaratkan menenangkan kalau masih banyak wanita di luar sana yang setaraf dengannya, dengan wajah yang kelihatan sangat jujur.

Sejak hari itu sang mahasiswa fotokopi, berpikir bahwa Tampan itu mutlak, jelek itu relatif. Dan dia semakin tidak tahu diri dengan pikirannya itu, (Pada dasarnya dia memang tidak tahu diri).





Sabtu, 17 April 2010

Mempelajari teori hubungan huruf i dan reaksi wanita.

Masa SMA, masa remaja, masa pertumbuhan, dan sebuah masa-masa yang tak terlupakan.


Sekumpulan anak-anak SMA kala itu sedang bercanda tak penting, salah seorang siswa bercanda tak penting kepada temannya dengan menuliskan huruf i memakai jarinya ke punggung temannya.

"Ini huruf apa?" Sambil mengoleskan jarinya lurus dari atas seperti huruf i ke punggung temannya.

"Huruf i" dengan tegas siswa itu menjawab.

"Kurang apa?" Tanya si temannya.

"Hah?" Siswa itu terheran-heran. "Ah! kurang titik!" Ia pun menyadari.

Lalu dipukullah punggung temannya dengan keras, menandakan bahwa itu titik yang kurang untuk huruf i yang dituliskan di punggungnya.

"Hahahaha! benar kan? itu tadi titiknya!", Temannya meledek puas.

Siswa itu bergumam dalam hati, "Brengsek, tapi.....lucu juga". Dia berpikir untuk melakukan hal yang sama pada orang lain, namun kesemua teman lelakinya di kelas itu sudah tahu dengan candaan tersebut, sehingga ia berpikir untuk melakukannya pada siswa perempuan.

Akhirnya dia pun melakukan hal yang sama pada teman perempuannya, dengan nada canda dia berkata, "Ini huruf apaa!?" sambil menuliskan huruf i di punggung teman perempuannya, namun ketika dia menuliskan huruf i dengan arah dari bawah ke atas, seperti ada yang mengganjal di tengah-tengah bagai polisi tidur, namun kecepatan jarinya yang cepat membuat alur tulisannya tak tertahankan.

Dan seketika itu juga teman perempuannya berbalik dengan wajah marah memerah dan memberikan titik sendiri berupa tamparan ke muka si siswa pria.

Si siswa terheran-heran, "Apa salahku?! Kok malah saya yang diberi titik!?"

Ia tak menyadari bahwa ia sudah memasuki sebuah masa.. yaitu...

Masa SMA, masa remaja, masa pertumbuhan (teman perempuan itu sudah menggunakan bra, itulah yang mengganjal kesempurnaan huruf i di punggung wanita, sehingga mungkin branya tertarik atau lepas), dan sebuah masa-masa yang tak terlupakan (sebuah titik berupa tamparan di muka).

Film Bagus

Alkisah seorang pria yang mencari film yang bagus.

"Mas ada film "bagus"?" , tanya si pria.

"Oh, ini yang baru-baru, ini LOTR, terus yang ini juga bagus, cuman textnya aja rada-rada ngga jelas", Si penjual menawarkan film-film box office yang baru keluar saat itu.

Sang pria pun pergi mencari ke tempat lain. Mungkin sang penjual berpikir, yang seharusnya bagus itu yang bagaimana?



Alkisah seorang pria yang benar-benar mencari film yang bagus.

"Cari film apa mas?" Seraya menghampiri si pria yang mencari film-film favoritnya.

"Ada film bagus, mas?", Tanya si pria, berharap si penjual tahu film-film bagus berkelas.

"Ooh ini kan mas?". Si penjual dengan wajah sok mengerti, sambil menyodorkan film-film "bagus" seperti bla-bla collection 5 in 1, atau bla-bla asian, atau bla-bla girl vol.1 dst.

"Oh, maaf mas, nggak" Si pria pun menolak, dan langsung pergi. Mungkin si penjual berpikir, sok alim tuh pria.

Sabtu, 10 April 2010

Sebuah kisah seorang siswa.

Pada tahun 2003, sistem penjurusan untuk jenjang pendidikan SMU dimulai pada saat siswa tersebut memasuki kelas tiga, yang terdiri dari pilhan IPA, IPS, Bahasa, dsb. Dan pada saat itu pula sistem per-tahunnya menggunakan sistem semester, bukan lagi caturwulan.

Di suatu sekolah menengah negeri, seorang siswa berdebar-debar, menunggu hasil keputusan untuk nasibnya.

Hari itu, adalah hari pembagian rapot semester 2 yang merupakan semester akhir untuk naik tingkat, bagi siswa-siswi kelas 2 yang akan naik ke kelas 3 dan akan dijuruskan. Dengan banyaknya orang tua dan keluarga yang datang ke sekolah pada saat itu.

Ada di antara mereka yang cemas, tidak masuk jurusan yang diinginkannya, ini masih taraf normal.

Ada di antara mereka yang yakin, akan masuk sesuai dengan apa yang mereka inginkan, ini masih taraf normal.

Ada di antara mereka yang cemas, tidak naik kelas, ini sudah taraf parah.

Dan ada satu orang yang tidak tahu-menahu apa-apa. Ini paling parah.

Alasan kenapa satu orang tersebut tidak tahu menahu adalah nilai rapot di semester satunya itu parah sekali dengan rata-rata nilai 5, namun..di semester dua dia tobat (karena tidak mau tidak naik kelas saja) tapi juga terkadang masih melakukan kebiasaan lamanya di semester satu, sehingga ia tidak yakin akan apa-apa.

Ceritanya dimulai, pada saat ia dibagikan formulir penjurusan yang satu ditujukan pada orang tua, dan satu lagi ditujukan untuk siswa yang bersangkutan. Dan entah bodoh atau pintar, siswa itu berpikir mungkin ini diberikan dua formulir, satu untuk wali kelas, satu untuk tata usaha..(Dia lupa dengan teknologi yang namanya Fotokopi). Dia pun bertanya pada orang-tuanya mau masuk apa jurusannya, dan kebetulan orang-tua nya menghendaki ia masuk jurusan IPA, dengan pikiran yang briliannya, ia pun menyalin ulang formulir yang sebenarnya ditujukan untuk keinginan jurusan yang dipilihnya.

Setelah hari itu, ia pun tidak bilang (dan memang tidak ada yang bertanya pada dia) pada teman-temannya, tentang formulir penjurusan itu, yang sedang hangat dibicarakan antar siswa pada saat itu. Dan dia pun cenderung tidak peduli pada penjurusan tersebut, yang dia pedulikan hanya naik kelas.

Dan hari penentuan pun tiba, Kebetulan ia masuk kelas dengan tiga kandidat tidak naik kelas, termasuk dia. Dan gosip yang hangat pada saat itu adalah satu orang tidak naik kelas!

Dia semakin tegang, namun berpikir jernih bahwa kedua teman sekelasnya (sebut saja si B dan si C) yang merupakan kandidat labih parah darinya.

Di depan pintu kelas, para siswa cemas melihat para orang-tua mereka dipanggil satu persatu oleh wali kelas, dan menunggu hasil. Dan ada yang berkata, "Eh si B kan sudah curi start duluan dengan pindah sekolah, dia naik kelas, (istilah yang digunakan pada saat itu, "Naek-Tajong""

Ia pun semakin berdebar-debar..karena kandidat tersisa berarti tinggal dua orang!

Anehnya, si C berwajah tenang-tenang saja. Membuat ia penasaran, dan ia pun bertanya, "Woi, kenapa kamu tenang-tenang saja?!"

Si C menjawab, "Saya sudah naik kelas, tadi ibu saya keluar duluan."

"Hah!!??" Semakin cemas dia, sekarang yang hanya bisa dia harapkan adalah semua gosip tentang yang tidak naik satu orang itu adalah bohong.

Dan akhirnya Ibunya pun dipanggil oleh wali kelas.

Dia hanya bisa memandangi, ibunya berjalan menuju tempat duduk sebelah meja guru tempat wali kelasnya..

Pembicaraan antara wali-kelas dan ibunya cukup lama, bahkan lama, dibanding yang lainnya. Membuat ia semakin curiga.

Dan satu teman wanitanya tiba-tiba berkata, "Ih, ini ibunya siapa sih, lama banget".

Dia bergumam dalam hati, "(Itu ibu saya, goblok!)"

Dan teman wanita lainnya menampik, "Iya yah, lama banget, tau kita juga nungguin, antri woy!..pasti deh anaknya nyebelin juga"

Dia bergumam dalam hati, "(Saya ga peduli mau saya nyebelin di depan kalian, toh kalian bukan incaran saya!)"

Dan teman wanita yang satu lagi pun kembali menjawab, "Iya kalau ga ibunya si D atau mungkin si E (Sebut saja si D dan si E adalah siswa-siswa menyebalkan di kelas tersebut) , betul ngga, A? (Sebut saja siswa sang penunggu keputusan adalah si A)"

Dan ia pun menjawab, "Iya pasti anaknya juga menyebalkan, nanti biar saya tanya saja Ibu siapa dia!?"

"Kayak yang berani saja kamu A..hahaha" Teman wanita itu pun bercanda.

Dan akhirnya, Ibunya pun selesai berbicara dengan wali-kelas dan besalam-salaman. Sambil berbalik arah dan melangkah menuju pintu keluar kelas ia memandangi anaknya sambil mengeleng-gelengkan kepala.


Dia hanya bisa lesu, tak berdaya.

Kedua teman wanita itu pun berwajah terkejut, (Entah terkejut antara punya teman yang tidak naik kelas, atau dengan kenyataan bahwa ternyata anak si Ibu menyebalkan itu dia) *Ini tidak penting, anggap saja yang pertama, agar dramatis*

Dan ketika menghampiri, ia pun bertanya, "Bagaimana, Mah?"

Ibunya pun menjawab, "Bagaimana kamu ini, nilai kok nge-pas semua"

"Ngepas gimana?" Dia terheran-heran

"Ya ini, nilai mata pelajaran IPA kamu 6 semua, yang IPS ada yang lima. Jadi kamu masuk IPA, dengan nilai kayak gini tadi ibu bicara lama mepertanyakan, pada wali kelas, apa anak ini mampu..jika tidak, lebih baik jangan dinaikkan saja, kamu sebenarnya mungkin tidak layak masuk IPA, kalau lihat rapot begini, apalagi IPS! ya sudah nanti di rumah saja bicaranya!"

"(Mah, please deh)"