Sabtu, 10 April 2010

Sebuah kisah seorang siswa.

Pada tahun 2003, sistem penjurusan untuk jenjang pendidikan SMU dimulai pada saat siswa tersebut memasuki kelas tiga, yang terdiri dari pilhan IPA, IPS, Bahasa, dsb. Dan pada saat itu pula sistem per-tahunnya menggunakan sistem semester, bukan lagi caturwulan.

Di suatu sekolah menengah negeri, seorang siswa berdebar-debar, menunggu hasil keputusan untuk nasibnya.

Hari itu, adalah hari pembagian rapot semester 2 yang merupakan semester akhir untuk naik tingkat, bagi siswa-siswi kelas 2 yang akan naik ke kelas 3 dan akan dijuruskan. Dengan banyaknya orang tua dan keluarga yang datang ke sekolah pada saat itu.

Ada di antara mereka yang cemas, tidak masuk jurusan yang diinginkannya, ini masih taraf normal.

Ada di antara mereka yang yakin, akan masuk sesuai dengan apa yang mereka inginkan, ini masih taraf normal.

Ada di antara mereka yang cemas, tidak naik kelas, ini sudah taraf parah.

Dan ada satu orang yang tidak tahu-menahu apa-apa. Ini paling parah.

Alasan kenapa satu orang tersebut tidak tahu menahu adalah nilai rapot di semester satunya itu parah sekali dengan rata-rata nilai 5, namun..di semester dua dia tobat (karena tidak mau tidak naik kelas saja) tapi juga terkadang masih melakukan kebiasaan lamanya di semester satu, sehingga ia tidak yakin akan apa-apa.

Ceritanya dimulai, pada saat ia dibagikan formulir penjurusan yang satu ditujukan pada orang tua, dan satu lagi ditujukan untuk siswa yang bersangkutan. Dan entah bodoh atau pintar, siswa itu berpikir mungkin ini diberikan dua formulir, satu untuk wali kelas, satu untuk tata usaha..(Dia lupa dengan teknologi yang namanya Fotokopi). Dia pun bertanya pada orang-tuanya mau masuk apa jurusannya, dan kebetulan orang-tua nya menghendaki ia masuk jurusan IPA, dengan pikiran yang briliannya, ia pun menyalin ulang formulir yang sebenarnya ditujukan untuk keinginan jurusan yang dipilihnya.

Setelah hari itu, ia pun tidak bilang (dan memang tidak ada yang bertanya pada dia) pada teman-temannya, tentang formulir penjurusan itu, yang sedang hangat dibicarakan antar siswa pada saat itu. Dan dia pun cenderung tidak peduli pada penjurusan tersebut, yang dia pedulikan hanya naik kelas.

Dan hari penentuan pun tiba, Kebetulan ia masuk kelas dengan tiga kandidat tidak naik kelas, termasuk dia. Dan gosip yang hangat pada saat itu adalah satu orang tidak naik kelas!

Dia semakin tegang, namun berpikir jernih bahwa kedua teman sekelasnya (sebut saja si B dan si C) yang merupakan kandidat labih parah darinya.

Di depan pintu kelas, para siswa cemas melihat para orang-tua mereka dipanggil satu persatu oleh wali kelas, dan menunggu hasil. Dan ada yang berkata, "Eh si B kan sudah curi start duluan dengan pindah sekolah, dia naik kelas, (istilah yang digunakan pada saat itu, "Naek-Tajong""

Ia pun semakin berdebar-debar..karena kandidat tersisa berarti tinggal dua orang!

Anehnya, si C berwajah tenang-tenang saja. Membuat ia penasaran, dan ia pun bertanya, "Woi, kenapa kamu tenang-tenang saja?!"

Si C menjawab, "Saya sudah naik kelas, tadi ibu saya keluar duluan."

"Hah!!??" Semakin cemas dia, sekarang yang hanya bisa dia harapkan adalah semua gosip tentang yang tidak naik satu orang itu adalah bohong.

Dan akhirnya Ibunya pun dipanggil oleh wali kelas.

Dia hanya bisa memandangi, ibunya berjalan menuju tempat duduk sebelah meja guru tempat wali kelasnya..

Pembicaraan antara wali-kelas dan ibunya cukup lama, bahkan lama, dibanding yang lainnya. Membuat ia semakin curiga.

Dan satu teman wanitanya tiba-tiba berkata, "Ih, ini ibunya siapa sih, lama banget".

Dia bergumam dalam hati, "(Itu ibu saya, goblok!)"

Dan teman wanita lainnya menampik, "Iya yah, lama banget, tau kita juga nungguin, antri woy!..pasti deh anaknya nyebelin juga"

Dia bergumam dalam hati, "(Saya ga peduli mau saya nyebelin di depan kalian, toh kalian bukan incaran saya!)"

Dan teman wanita yang satu lagi pun kembali menjawab, "Iya kalau ga ibunya si D atau mungkin si E (Sebut saja si D dan si E adalah siswa-siswa menyebalkan di kelas tersebut) , betul ngga, A? (Sebut saja siswa sang penunggu keputusan adalah si A)"

Dan ia pun menjawab, "Iya pasti anaknya juga menyebalkan, nanti biar saya tanya saja Ibu siapa dia!?"

"Kayak yang berani saja kamu A..hahaha" Teman wanita itu pun bercanda.

Dan akhirnya, Ibunya pun selesai berbicara dengan wali-kelas dan besalam-salaman. Sambil berbalik arah dan melangkah menuju pintu keluar kelas ia memandangi anaknya sambil mengeleng-gelengkan kepala.


Dia hanya bisa lesu, tak berdaya.

Kedua teman wanita itu pun berwajah terkejut, (Entah terkejut antara punya teman yang tidak naik kelas, atau dengan kenyataan bahwa ternyata anak si Ibu menyebalkan itu dia) *Ini tidak penting, anggap saja yang pertama, agar dramatis*

Dan ketika menghampiri, ia pun bertanya, "Bagaimana, Mah?"

Ibunya pun menjawab, "Bagaimana kamu ini, nilai kok nge-pas semua"

"Ngepas gimana?" Dia terheran-heran

"Ya ini, nilai mata pelajaran IPA kamu 6 semua, yang IPS ada yang lima. Jadi kamu masuk IPA, dengan nilai kayak gini tadi ibu bicara lama mepertanyakan, pada wali kelas, apa anak ini mampu..jika tidak, lebih baik jangan dinaikkan saja, kamu sebenarnya mungkin tidak layak masuk IPA, kalau lihat rapot begini, apalagi IPS! ya sudah nanti di rumah saja bicaranya!"

"(Mah, please deh)"

2 komentar:

  1. keren carita ieu..

    kayaknya saya hafal siapa si B dan C

    salah satunya yang masuk ITB kan? hehe

    BalasHapus
  2. Bukan saudara fajar, yg kamu maksud itu ketika sudah kelas tiga..haha..

    BalasHapus